IKET KEPALA ATAU UDHENG KARYA SISWI SMK MANBAUL ULUM CIREBON

IKET KEPALA ATAU UDHENG KARYA SISWI SMK MANBAUL ULUM CIREBON

Iketudheng (Jawa), totopong (Sunda), atau udeng (Bali) adalah penutup kepala dari kain merupakan bagian kelengkapan sehari-hari pria di pulau Jawa dan Bali,[1] sejak masa silam sampai sekitar awal tahun 1900-an dan mulai populer kembali pada tahun 2013. Penggunaan iket bagi pria akil balik pada masa lalu menjadi keharusan karena dipercaya melindungi mereka dari roh-roh jahat, selain untuk fungsi-fungsi praktis seperti wadah /pembungkus, selimut, bantalan untuk mengangkut beban di kepala dsb, sedangkan saat ini lebih diperuntukkan sebagai aksesoris dan upaya melestarikan budaya.[2] Sedangkan penggunaan udeng di Ponorogo yang memiliki bentuk model Udeng terbanyak, sebagai bentuk strata sosial dan kegiatan ritual khusus. Iket Udeng masih dipakai oleh masyarakat Suku Sunda Baduy di Kampung adat Baduy pada kegiatan sehari-hari

Cara memilih udeng

Sebelum memilih produk rekomendasi, sebaiknya kenali jenis-jenis udeng lebih mendalam. Warna udeng ternyata tidak sembarangan, lho. Penasaran? Langsung simak penjelasan berikut ini.

1

Pilih berdasarkan tujuan penggunaannya

Jenis udeng ada bermacam-macam, tergantung momen Anda menggunakannya. Ada yang ditujukan untuk peribadatan, acara kebudayaan, kegiatan sehari-hari, ataupun acara kesenian. Anda bisa menyesuaikan kegiatan yang Anda lakukan berdasarkan warna udengnya.

Berikut ini beberapa warna udeng yang bisa Anda pilih.

 

  • Putih: Anda bisa menggunakannya untuk beribadah atau saat ada upacara-upacara keagamaan.
  • Hitam: Udeng hitam cocok digunakan untuk momen kedukaan, misalnya ngaben.
  • Batik: Udeng batik bisa dipakai saat acara kebudayaan, baik yang berasal dari Bali maupun daerah lain.
  • Merah: Udeng warna merah sering kali digunakan dalam pertunjukan seni Bali, baik itu tarian, teater, maupun musik. Para pemain gamelan biasanya menggunakan udeng.
  • Bebas: Untuk kegiatan sehari-hari, warna udeng lebih bebas dan variatif

 

Menurut masyarakat Bali sendiri, ada tiga kategori udeng Bali yang bisa Anda pilih.

 

  • Udeng jejatenan: Udeng ini digunakan untuk beribadah. Ciri khasnya adalah memiliki ikatan simpul di bagian dahi atau lebih tepatnya berada di antara kedua mata. Perannya diibaratkan sebagai mata ketiga atau disebut cundamani.
  • Udeng dara kepak: Udeng ini ditujukan untuk para pemimpin atau kepala daerah. Biasanya jika ada pejabat tinggi yang datang ke Bali akan diberikan udeng dara kepak. Ciri khasnya ada semacam penutup kepala yang menandakan pengayoman terhadap warga.
  • Udeng beblatukan: Udeng yang satu ini hanya boleh digunakan oleh para pemangku atau kepala keagamaan. Para pemangku memakainya saat memimpin ibadah. Ciri khasnya adalah pengikat kepalanya di belakang dan mengarah ke bawah. Maknanya agar para pemangku lebih mengutamakan umatnya terlebih dahulu.

 

2

Kenali ciri khas udeng dari berbagai daerah

Ternyata udeng tidak hanya dikenal di Bali, lho. Selain dari Bali, udeng juga ada yang berasal dari daerah lain, seperti Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Setiap daerah memiliki ciri khas dan sebutan udeng masing-masing. Berikut ini beberapa perbedaannya.

Totopong, ikat kepala pemersatu semangat pemuda Sunda

Di Jawa Barat, udeng atau ikat kepala disebut sebagai totopongTotopong sudah terkenal sejak zaman kerajaan Pajajaran. Anda yang menyukai lakon Kabayan mungkin familier dengan totopong karena ia selalu mengenakannya. Totopong umumnya terbuat dari kain batik atau kain polos. Awalnya totopong digunakan untuk melindungi kepala dari teriknya sinar matahari.

Pada zaman perjuangan kemerdekaan, totopong digunakan oleh para pemuda Sunda sebagai pemersatu dan penyemangat saat perang. Ada berbagai macam cara mengikat totopong berdasarkan siapa pemakainya. Contohnya adalah totopong parengkos nangka yang digunakan oleh orang tua.

Udeng Banyuwangi, bentuk ujungnya sejajar

Udeng Banyuwangi berbeda dengan udeng Bali. Udeng Bali ikatan atasnya lebih panjang bagian kanannya, sedangkan udeng Banyuwangi sejajar. Selain itu, kebanyakan udeng Banyuwangi menggunakan bahan batik gajah olingUjung yang sejajar melambangkan keseimbangan. Keseimbangan tersebut meliputi hubungan antara Tuhan dengan manusia, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.

Oleh suku Osing (suku asli Banyuwangi), udeng dianggap sebagai pelindung. Sementara itu, udeng di Jawa Timur juga disebut sebagai “mudeng” yang artinya mengerti. Menggunakan udeng berarti mencoba mengerti tentang hidup di dunia ataupun di akhirat nanti.

Blangkon Jawa Tengah, simbol kesederhanaan dan kebijaksanaan

Ikat kepala tradisional dari Jawa Tengah disebut juga dengan blangkon. Blangkon menggunakan kain bermotif batik asli Jawa Tengah. Ada dua jenis blangkon, yakni blangkon Mataram dan blangkon Surakarta. Keduanya memiliki perbedaan pada bagian belakangnya yang disebut mondolan. Blangkon Mataram mondolan-nya bulat, sedangkan blangkon Surakarta lebih tipis atau pipih.

 

Selain blangkon, ada juga ikat kepala atau udeng yang biasa dipakai saat pementasan kesenian kuda lumping, yakni udeng jaranan. Udeng jaranan berbentuk segitiga dengan motif kain batik. Blangkon lebih praktis karena bisa langsung dipakai, sedangkan udeng jaranan harus diikat terlebih dahulu ke kepala.

Pertimbangkan bahan dan ukurannya

Setelah mengetahui macam-macam udeng dari berbagai daerah, Anda perlu mencermati ukuran serta bahan udeng yang hendak dibeli. Ada udeng yang praktis (langsung pakai) dan ada yang diikat secara manual. Untuk udeng langsung pakai, pastikan diameternya pas untuk kepala Anda. Sementara itu, untuk udeng yang harus diikat manual, ukurannya biasanya 50 cm x 50 cm.

 

Untuk anak-anak, Anda bisa memilih yang ukurannya lebih kecil dari itu agar mudah dipakai. Bahan pembuat udeng biasanya kain katun atau satin yang adem. Beberapa jenis udeng bagian luarnya lebih glossy dibandingkan bagian dalamnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like